Sisi Lain Keistimewaan Nabi Muhammad

Kagum dan cemburu terhadap peristiwa mi’raj, para sufi berkomentar, andaikan aku Nabi Muhammad, aku minta pada Allah agar tidak lagi kembali ke bumi. Sebab, kenikmatan apa lagi yang hendak diraih sang perindu kecuali berjumpa dan berdekatan dengan Sang Kekasih?

Suatu hari, terjadi dialog canda tapi sangat cerdas antara seorang pendeta Kristen dan seorang ustadz (Islam). Sebagian petikan dialognya sebagai berikut:

Pendeta: Mengapa seorang Muslim masih bershalawat mendoakan Nabi Muhammad? Bukankah kalau begitu, Nabi Muhammad belum tentu masuk surga karena masih memerlukan dukungan doa para pengikutnya? Kalau Nabinya saja masih membutuhkan doa pemeluknya dan tak ada jaminan masuk surga, bagaimana mungkin Nabi Muhammad bisa menolong umatnya masuk surga?

Ustadz: Bukan begitu maksudnya. Kami bershalawat karena kami sangat hormat dan cinta pada Nabi Muhammad. Nabi Muhammad sudah pasti masuk surga. Bahkan posisinya paling tinggi di antara seluruh rasul Tuhan.

Pendeta: Ketika cucu tercinta Nabi Muhammad, Hasan dan Husein, terbunuh di padang Karbala, bahkan kepalanya dipenggal dan jadi mainan lawan, di mana Muhammad saat itu?

Ustadz: Beliau berada di surga dan sudah tentu melihat bagaimana nasib cucunya.

Pendeta: Kalau memang begitu, mengapa tidak minta tolong pada Tuhan agar Hasan dan Husein dilindungi dari kejaran musuh?

Ustadz: Oh ya, Nabi Muhammad langsung minta tolong pada Allah. Tapi Allah malah menangis.

Pendeta: Oh ya? Mana mungkin Allah menangis?

Ustadz: Allah menjawab, Hai Muhammad, jangankan aku bisa menolong cucumu, sedangkan anakku Yesus ketika dikejar musuh dan disalib aku tidak bisa menolongnya.

***

Di Indonesia, dialog canda tersebut tentu dianggap tabu. Namun di dalam literatur Barat dan dalam obrolan intim antarteolog yang beragam agama, hal-hal semacam itu adakalanya muncul sebagai akrobat intelektual, tanpa bermaksud melecehkan Tuhan maupun pemeluk agama lain.

Dalam tulisan ini sesungguhnya yang ingin saya diskusikan secara ringkas adalah seputar sisi lain keunikan dan keistimewaan sosok Nabi Muhammad, mengapa seorang Muslim diajarkan untuk bershalawat mendoakan Rasulullah.

Andaikan dilakukan riset, siapa tokoh sejarah yang paling banyak disebut namanya serta didoakan umat manusia, jawaban yang muncul pasti Nabi Muhammad. Di luar umat Islam sendiri, sosok Muhammad dikagumi dan dipandang sebagai tokoh sejarah yang paling berpengaruh dalam mengubah sejarah, sebagaimana ditulis oleh Michael Hart dalam bukunya: Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah. Ketokohan Muhammad dalam membangun peradaban tidak saja diakui oleh umat Islam, melainkan juga oleh para sejarawan dunia.

Bagi umat Islam, tentu saja sosok Muhammad lebih mengemuka dipandang sebagai Sang Nabi, pembawa ajaran Tuhan untuk mengantarkan keselamatan dan kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Meskipun umat Islam tidak selalu memahami seluruh ajaran yang diwariskannya, namun begitu, mengutip komentar WC Smith, umat Islam akan bersatu membela Muhammad andaikan ada yang menghina ataupun melecehkannya. Umat Islam bisa berbeda mazhab dalam memahami Al-Qur’an dan Hadis, tapi semuanya bersatu membela kehormatan Nabi Muhammad. Bahkan mayoritas umat Islam sedunia sepakat untuk melarang penggambaran Nabi Muhammad, baik dalam bentuk gambar patung, lukisan, maupun adegan film agar citra dan kepribadiannya tidak terdistorsi.

Mengapa Nabi Muhammad Masih Didoakan?

Banyak alasan, mengapa seorang Muslim bershalawat pada Nabi Muhammad. Landasan pertama adalah hal itu diwajibkan dalam bacaan shalat, bukannya oleh Nabi Muhammad sendiri, melainkan oleh Allah yang disampaikan melalui Malaikat Jibril. Namun yang pasti, betatapun besarnya cinta umat Islam pada Nabi Muhammad, Islam melarang menyembah kepada selain Allah, sehingga dilarang secara tegas untuk mempertuhankan Muhammad. Betapa mulianya posisi Nabi Muhammad, dalam peristiwa mi’raj Allah dan para malaikat bershalawat padanya sebagaimana yang terekam dan terabadikan dalam bacaan takhiyat sewaktu shalat. Ini juga mengandung sebuah pembelajaran dari Allah agar seorang Muslim pandai bersyukur karena memperoleh anugerah kedatangan Sang Nabi pemberi berita gembira dan penunjuk jalan keselamatan. Siapa pun yang mencintai Rasulullah dan bershalawat kepadanya, maka sesungguhnya kebajikan dan keberkatan shalawat itu akan berpulang kepada yang mengucapkannya. Allah Yang Mahakasih memosisikan Rasulullah bagaikan cermin kaca yang akan selalu memantulkan kembali kemuliaan shalawat yang dipanjatkan oleh para umatnya secara tulus.

Islam mengajarkan, cara terbaik mencintai Rasulullah Muhammad bukan dengan cara mempertuhankan, melainkan membela dan menyebarkan ajarannya. Siapa pun yang mencintai dan membela kekasih Allah, maka Allah yang akan mencintai dan membela mereka. Itulah sebabnya bagi umat Islam di seluruh dunia, sosok Nabi Muhammad dijadikan teladan, panutan, dikagumi, dicintai, dibela, tapi tidak pernah disembah dan dipertuhankan, melainkan malah didoakan. Inilah ajaran tauhid, seorang Muslim jangan sampai terjatuh pada perbuatan syirik, tapi tetap mencintai Rasul-Nya. Jadi, sikap mengultuskan pemimpin di dalam Islam jelas dilarang. Kepada Nabi Muhammad saja kita dilarang mengultuskan, apatah lagi pada yang lain.

Di antara kekaguman orang non-Muslim terhadap Nabi Muhammad dikemukakan Ghandi dalam sebuah biografinya: adalah karena pribadi dan ajaran kelembutan serta kasih sayang Muhammad yang membuat para musuhnya takluk kepadanya, bukan karena tajamnya pedang..

Kagum dan cemburu terhadap peristiwa mi’raj, para sufi berkomentar, andaikan aku Nabi Muhammad, aku minta pada Allah agar tidak lagi kembali ke bumi. Sebab, kenikmatan apa lagi yang hendak diraih sang perindu kecuali berjumpa dan berdekatan dengan Sang Kekasih? Namun, sungguh Nabi Muhammad adalah pribadi agung, penyebar kasih dari Yang Maha Pengasih, beliau turun kembali ke bumi menjumpai para sahabatnya dan bahkan para musuhnya untuk menyampaikan kasih Tuhan berupa ajaran tauhid serta ajaran kebenaran dan kemuliaan hidup di dunia dan akhirat. Karena itu, pantas sekali sosok Muhammad selalu hadir di hati setiap Muslim, jarak ruang dan waktu lenyap. Kemana pun dan di mana pun namanya selalu disebut dan didoakan, terutama pada peristiwa yang amat penting bagi seorang Muslim, yaitu shalat, satu rangkaian beranjangsana dengan Allah. Idealnya, setiap Muslim merasakan bahwa perjumpaan dengan Allah adalah peristiwa paling mengesankan di antara peristiwa lain, termasuk perjumpaan dengan orang-orang tersayang atau pun yang biasa dikategorikan sebagai orang ”besar” di negeri ini.

Read more...

  © Blogger template PingooIgloo by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP